Melbourne – Indonesia sama seperti banyak negara berkembang lainnya sudah berhasil memberikan kesempatan bagi warganya untuk mendapatkan pendidikan namun walau anggaran semakin besar, mutu pendidikan anak-anak Indonesia tetap rendah dibandingkan negara-negara lain.
Hal tersebut dikatakan Professor Andrew Rosser dari Universitas Melbourne hari Senin (20/11/2017) malam dalam acara bernama Lowy Institute di NGV.
Lowy Institute adalah sebuah lembaga pemikir ternama di Australia dan mereka secara teratur menyelenggarakan acara di Galeri National Victoria, dan hari Senin, Rosser hadir bersama dengan Dr Ken Setiawan juga dari Universitas Melbourne membicarakan masalah pendidikan di Indonesia.
Acara tersebut diselenggarakan lewat kerjasama antara Lowy dengan Departemen Pendidikan negara bagian Victoria dengan maksud untuk melihat peluang apa yang tersedia bagi kalangan pendidikan di Australia untuk masuk ke dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Dalam paparannya, Professor Andrew Rosser yang banyak melakukan penelitian mengenai pembangunan di Indonesia mengatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia banyak digunakan untuk kepentingan lain, sehingga hal yang utama seperti peningkatan kemampuan murid di bidang ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan matematika tidak mendapat banyak perhatian.
“Kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, tidaklah menunjukkan perbaikan,” ujarnya.
Ia merujuk pada sebuah pengukuran kinerja pendidikan internasional, atau PISA, dengan melihat kualitas pendidikan di bidang sains, matematika, dan membaca.
“Masalah utamanya adalah ada perbedaan politis dalam melihat masalah kualitas pendidikan, dimana reformasi pendidikan tidak terjadi secara menyeluruh, dan yang ada hanyalah memiliki dan membelanjakan anggaran pendidikan yang besar.”
Seperti yang diketahui, anggaran untuk pendidikan dalam APBN kini telah mencapai hampir 20 persen.
Prof Andrew Rosser dari Universitas Melbourne (Foto: Istimewa)
Tapi, dalam studi yang dilakukan oleh Profesor Rosser menemukan adanya pengeluaran yang meningkat di bidang pendidikan adalah untuk meningkatkan gaji guru.
Tetapi hasil studi bagaimana dampak dari program sertifikasi guru misalnya, hanya sedikit membantu kemampuan guru atau untuk meningkatkan hasil dari pengajaran.
Menurutnya juga upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia sangatlah kompleks.
“Penelitian saya menggunakan kacamata politik ekonomi untuk melihat masalah kualitas ini. Bagi saya, kunci variable politiknya adalah bagaimana pemerintah pusat membuat komitmen untuk melakukan reformasi dari atas dan bagaimana melaksanakannya hingga ke lapisan terbawah.”
Profesor Rosser mengatakan para ekonom dan ahli pendidikan lebih terfokus pada masalah biaya dan anggaran, insentif bagi guru.
“Itu semua tentu saja penting, tapi yang dibutuhkan adalah komitmen politis untuk melakukan sesuatu. Jadi, jika kita memahami apa yang menjadi hambatan dalam meningkatkan kualitas, kita benar-benar harus mengatasinya secara politis.”
Terkait dengan Australia, sebagai tetangga terdekat dan telah memiliki hubungan bisnis dan komersial, Profesor Rosser mengatakan tantangannya adalah bukan hanya sekedar mencari pangsa pasar.
“Untuk memasuki pasar pendidikan di Indonesia, terlepas dari bermitra atau membuka universitas di Indonesia, misalnya, perlu memahami dalam konteks politik dan dinamika perubahannya,” tambah Profesor Rosser.
Menurutnya juga, bisnis pendidikan tidak seharusnya hanya memperhatikan dari aspek peraturan kontraknya saja, atau hanya melihat dari sisi ekonominya saja, tetapi juga ikut membantu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Jumlah jurnal banyak namun mutunya juga dipertanyakan
Berbicara mengenai masih berkutatnya dengan Indonesia dengan kuantitas, Prof Rosser juga menyoroti mengenai usaha yang dilakukan di dunia perguruan tinggi untuk mendorong para dosen untuk menerbitkan penelitian mereka di jurnal internasional.
Yang paling banyak dilakukan sekarang oleh dosen di Indonesia adalah memuat penelitan atau karya tulis mereka yang bisa dilihat di Scopus, data base internasional penelitian yang bisa dilihat dan dikaji oleh peneliti lain.
“Kalau dilihat dari sisi jumlah, angkanya meningkat tajam.” kata Rosser.
Namun dia melihat bahwa tulisan yang dimuat oleh para dosen Indonesia kebanyakan berdasarkan tulisan yang sebelumnya dibicarakan dalam seminar dan kemudian dimuat di jurnal-jurnal yang kualitasnya diragukan.
sumber : detik.com
Dibaca 409x